JEBAT.ID,Lingga – Di tengah jargon pembangunan dan investasi, nasib nelayan di Cukas, Desa Tanjung Irat, Kecamatan Singkep Barat, kian terpinggirkan. Laut yang selama ini menjadi nadi kehidupan mereka kini tercemar dan penuh gangguan akibat aktivitas perusahaan tambang bauksit.
Tanpa koordinasi yang jelas, PT. Hermina kaya yang beroperasi di Desa Marok Tua tiba-tiba menjadikan areal laut nelayan sebagai lokasi pengangkutan bauksit. Truk-truk tambang hilir-mudik, crane mengayun di atas dermaga, dan kapal-kapal besar bersandar—semuanya berlangsung di wilayah yang selama ini menjadi tempat nelayan menggantungkan hidup.
“Kami bukan anti-tambang, tapi jangan jadikan laut kami sebagai korban. Ini tempat kami mencari makan, bukan tempat mereka mencari untung semata,” tegas Asuar, salah satu tokoh masyarakat setempat.
Menurutnya, dampak langsung sudah terasa. Air laut yang dulu jernih kini keruh, ikan menjauh, dan suasana pelabuhan berubah menjadi bising dan berbahaya. Banyak nelayan yang pulang dengan tangan kosong, rugi waktu dan biaya.
“Investasi boleh, tapi bukan dengan cara menginjak-injak hak masyarakat. Kami cuma minta satu hal: duduk bersama, bicarakan secara terbuka. Jangan semaunya main jalan saja,” kata Asuar geram.
Kepala Desa Tanjung Irat juga menyayangkan langkah sepihak perusahaan yang dianggap terburu-buru dan mengabaikan aspirasi warga. Ia menyebut aktivitas tambang telah mengambil alih pelabuhan nelayan tanpa ada kesepakatan resmi.
“Mereka datang bawa dokumen, tapi bukan berarti semua warga paham dan setuju. Sosialisasi juga dilakukan malam hari, jelas saja warga banyak yang tidak datang. Kalau benar mau membangun, kenapa sembunyi-sembunyi?” ujarnya.
Warga kini menuntut pemerintah daerah turun tangan, bukan sekadar jadi penonton. Mereka meminta aktivitas tambang dihentikan sementara sampai ada pertemuan terbuka dengan seluruh elemen masyarakat.
“Kalau negara hadir untuk rakyat, ini saatnya. Jangan tunggu sampai konflik meledak dulu baru sibuk cari solusi,” ungkap sang kades dengan nada kecewa.
“Itu bukan sosialisasi, itu formalitas. Jangan main akal-akalan,” katanya.
“Kalau memang niat baik, datanglah terbuka, bicaralah jujur. Jangan tabrak saja kepentingan rakyat kecil.” tambahnya
Warga kini mendesak pemerintah turun tangan. Bukan sebagai penengah netral, tapi sebagai pembela hak rakyat yang tertindas. Karena diamnya pemerintah di tengah konflik ini tak ubahnya restu diam-diam atas ketimpangan.
“Jangan tunggu kami turun ke jalan. Jangan tunggu konflik berdarah. Hentikan aktivitas tambang sebelum semuanya terlambat,” tutup sang kades dengan berang.