banner 728x250

Menjaga Warisan Leluhur: Seruan LAM Lingga untuk Menghidupkan Kembali Aksara Jawi di Sekolah

banner 120x600
banner 468x60

LINGGA, JEBAT.ID — Di tengah gempuran zaman digital dan arus globalisasi, sebuah suara lantang datang dari jantung budaya Melayu: Kabupaten Lingga. Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Lingga, Datok Azmi, menggaungkan kembali pentingnya pelajaran huruf Jawi—tulisan Arab-Melayu—untuk diajarkan kepada anak-anak sejak bangku sekolah dasar hingga menengah.

Di sebuah ruang kecil yang sederhana namun sarat nilai adat, Datok Azmi menyampaikan keresahannya. Baginya, huruf Jawi bukan sekadar tulisan kuno, melainkan jati diri, warisan, dan napas peradaban Melayu itu sendiri.

“Tulisan Jawi ini bukan hanya huruf, tetapi simbol karakter dan marwah orang Melayu. Jika anak-anak kita tidak lagi mengenalnya, maka perlahan-lahan kita kehilangan ruh kebudayaan kita sendiri,” ujarnya dengan nada tegas namun lembut, Kamis (26/6).

Datok Azmi tidak hanya bicara tentang pendidikan formal. Ia menekankan pentingnya menghadirkan Jawi dalam kehidupan sehari-hari: dari nama jalan, prasasti sejarah, hingga bahan ajar sekolah. Menurutnya, pelajaran Jawi harus kembali masuk ke dalam kurikulum sebagai muatan lokal, dan tidak hanya bersifat ekstrakurikuler atau pilihan.

“Kami tidak ingin ini hanya jadi pajangan. Kami ingin anak-anak Melayu membaca, menulis, dan memahami Jawi sebagai bagian dari hidupnya, bukan sekadar tugas sekolah,” ujarnya.

Lebih jauh, LAM Lingga bahkan mengusulkan agar Kabupaten Lingga dijadikan pilot project untuk implementasi pembelajaran Jawi di seluruh Kepulauan Riau. Alasan utamanya: Lingga adalah negeri yang dijuluki Bunda Tanah Melayu, pusat awal mula kebudayaan Melayu di wilayah ini.

“Kalau bukan Lingga yang mulai, siapa lagi? Kami punya sejarah, punya semangat, dan punya tanggung jawab untuk menjaga warisan leluhur ini. Kami siap jadi contoh,” ungkap Datok Azmi, dengan penuh keyakinan.

LAM Lingga juga menyatakan kesiapannya untuk mendampingi proses tersebut: mulai dari pelatihan guru, penyusunan materi ajar, hingga kolaborasi dengan tokoh adat dan lembaga pendidikan.

Baca juga :   Perdana, Jendral Melayu Kapolda Kepri Tiba di Lingga

Membangun Kembali Jembatan Budaya
Saat beberapa daerah seperti Batam dan Karimun mulai menggeliat dengan kurikulum muatan lokal Jawi, Lingga tak ingin tertinggal. Bahkan, ia ingin menjadi pusat kebangkitan—bukan hanya pengikut.

Sebagai penutup perbincangan, Datok Azmi menyampaikan harapannya dengan penuh makna:

“Kalau bukan kita yang menjaga tulisan ini, siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi? Biarlah tulisan Jawi ini hidup kembali—bukan hanya di papan nama atau museum, tapi di hati dan tangan anak-anak kita.” tutupnya dengan penuh harap. 

Catatan Redaksi:

Huruf Jawi—yang merupakan adaptasi aksara Arab ke dalam fonetik Melayu—dulu menjadi tulang punggung administrasi dan pendidikan di Kesultanan Melayu. Kini, upaya menghidupkannya kembali bukan semata romantisme masa lalu, tapi langkah strategis menjaga identitas di tengah zaman yang terus berubah.

(Adhe Bakong)

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *